Ijinkan Aku Memahami Dirimu….!!

Berikut adalah sebuah cerpen unpublished yang pernah saya tulis untuk sebuah majalah kampus LPM Profesi, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Islam Indonesia. Karena keburu lulus dan kesibukan, maka cerpen ini masih saya simpan di komputer. Mudah-mudahan dapat memberikan fadhilah, khususnya bagi yang ingin menempuh biduk perniakahan. Selamat Membaca.

Kecupan bibir yang manis masih terasa dikeningku. Istriku memang terbiasa membangunkan aku dengan versinya sendiri.

“Mas…waktu adzan sholat shubuh hampir tiba !!”

Itu sudah dilakukannya semenjak kami baru menikah sampai dengan sekarang memasuki minggu kedua. Sungguh sebuah anugerah yang tiada ternilai harganya. Kami dipertemukan Alloh, disebuah organisasi kampus tempat kami kuliah dulu. Ia dan aku sama-sama berjuang lewat tulisan, mencoba kritis terhadap sistem kampus yang terkadang merugikan bahkan cenderung menguntungkan beberapa gelintir golongan.

“Pfuhhh…..!!”
Hembusan nafas dari dalam diri, mencoba menguapkan bayangan kesibukan yang akan aku lewati hari ini. Masih terbayang dalam fikiranku dahulu tentang gambaran seorang istri. Yaitu sesosok wanita yang keibuan, penuh perhatian, dan yang utama adalah penurut. Tetapi yang ada didepan saya adalah sebaliknya. Ia agak bandel, orang jawa bilang ngeyelan. Tak pelak biasanya dialog antara aku dan dia seperti dalam sebuah diskusi panel yang sedang mempertahankan ideologi masing-masing. Dan apabila aku menginginkan sesuatu, ee…ia malah mengajak diskusi dan mementahkan apa yang menjadi keinginanku. Ujung-ujungnya apabila aku sedang tidak mood, setengah bercanda ia akan bilang. “Tuh betulkan…., istrimu ini memang cerdas mas !!”. Dan berakhir dengan pelukan sayang darinya, segera semuanya mencair.

Tak terasa semua seolah mengalir begitu saja. Setelah pertemuan itu ada keinginan dari dalam lubuk hati yang terdalam, “Aku ingin menikahinya !!”. Dan kini setelah menikah ternyata lebih banyak yang belum bisa aku pahami dari dia. Setiap perkataan yang terucap dari bibirnya mengandung muatan perasaan yang sangat dalam. Pesan-pesannya juga terkadang kontroversional dan cenderung emosional.

Saya cuma merenung terdiam. Aku berpikir bahwa pernikahan merupakan pertemuan antara dua “komunitas besar” yang diharapkan bisa bersatu. Kata Bapak: “kalo bisa, kalian saling dukung karena kekuatannya akan sangat besar sekali. Tetapi kalo tidak, justru kekuatan untuk saling melemahkan juga tinggi. Lebih-lebih bila semua hanya berpikir untuk dirinya sendiri”. Catat!! hanya berpikir untuk dirinya sendiri.

Akhirnya aku berangkat kerja, menjemput rejeki yang telah dijanjikanNYA. Kukecup kening sesosok wanita yang sebetulnya masih terasa asing, tapi Insya Alloh ikhlas karena ada nilai ibadah didalamnya.
“Mas berangkat dulu dek, Assalamu’alaikum…!!”

*** *** *** *** ***
Telah datang seorang Pangeran dalam diriku yang mengubah statusku menjadi seorang istri. Sebuah perubahan yang sampai saat ini masih terasa gamang, karena menuntut banyak perubahan yang lain. Semua urusan rumah tangga harus aku tangani. Mulai dari yang sepele, seperti menyediakan minum, sampai yang tidak kusuka, mencuci. Wuhh, saat masih sendiri saja aku ogah-ogahan. Pertamakali saja aku mencucikan bajunya, aku merasa terbebani. Tapi sekarang, jika 2 hari saja tidak mencuci, bisa-bisa ia akan ngantor dengan baju yang tidak sedap dilihat. Maklum seragam dari kantor cuma 2 stel.

Kadang muncul pikiran nakal, kenapa Alloh menganugerahkan kekuasaan pada laki-laki sekaligus sense kekuasaan itu sendiri ?. Dan kekuasaan itu pun mulai kurasakan sekarang. Satu hal yang dulu masih kurenungi di saat Bapak berpesan,
“Bahwa meskipun penghasilanmu adalah hakmu sepenuhnya, tetap mintalah izin dalam penggunaannya !!”
“Meski aku gunakan untuk keluarga ?”
Bapak mengangguk.
“Ya. Dan meskipun uang itu kamu berikan kepada kami….!!”

Dan satu hal lagi yang membuat aku tersadar betapa tingginya posisi suamiku dalam keluarga adalah ketika perpisahan di stasiun Tugu. Disaat kami hendak menempuh jarak Yogyakarta-Cirebon. Bapak memberikan sejumlah uang.
“Saya ingin memberikan uang ini pada anak saya, boleh ?”

Suamiku tidak bisa berkata lain kecuali mengangguk. Bayangkan !!. memberi uang saja Bapak minta izin dulu. Seketika aku berpikir jika Bapak saja yang bukan hanya orang tua, tapi kuanggap guru menghargai keberadaan suamiku seperti itu…apalah lagi aku ?. Tiba-tiba saja bulir-bulir air mata menggenang membentuk sebuah danau kecil disudut mataku, yang tanpa aku sadari. Ada keterjawaban dari sebuah pertanyaan.

Memang aku terkesan egois dan bandel, maklumlah ketika aku masih sekolah dan kuliah. Aku sudah melanglangbuana diberbagai organisasi sekolah dan kampus. Aku sering menjadi leader, membawahi anak buah yang banyak juga laki-laki. Jadi lengkaplah sudah fasilitasku untuk merasa sejajar dengan laki-laki !!.

Ternyata Alloh mempertemukanku dengan seseorang yang membuatku melihat dengan mata hati, perasaan, bukan sekedar rasionalitas dan sentimen keperempuanan saya. Dan membuatku benar-benar menjadi perempuan. Apalagi dia, Insya Alloh, datang benar-benar karena kekuasaanNYA dari hasil Istikharah-ku berdasarkan dua hal, akhlaq dan agama. Kembali, lagi-lagi bulir-bulir itu semakin deras mengalir dan tidak hanya menbentuk danau kecil tapi aliran-aliran kecil dipipiku.


Tiba-tiba terdengar suara salam suamiku dari teras rumah.

“Assalamu’alaikum…Dek!!”
Kusekah air mata dimata dan pipiku, yang kini hanya meninggalkan kelembaban di tiap sudutnya.
“Wa’alaikum salam…!!”
“Ada beberapa file penting dikomputer yang keting…!!”

Suamiku menatapku dalam-dalam penuh dengan perasaan. Segera ia mendekapkan dadanya yang lapang itu ketubuhku. Damai…damai sekali.

“kamu habis nangis dek, mungkin bisa dibicarakan dengan Mas sekarang…?”
Dan akupun semakin menjadi.

“Maafkan Adek ya Mas, apabila selama ini Adek terkesan egois, bandel dan selalu menyepelekan segala sesuatunya. Tapi bukan itu sesungguhnya diri Adek. Adek hanya butuh waktu untuk merubah posisi Adek, dari Adek yang dahulu bebas mengatur segala sesuatunya menjadi Adek yang harus menempatkan diri Adek sebagai seorang istri yang baik untuk Mas. Adek hanya butuh waktu Mas...!!”.

“Mas paham dan Mas ngerti dek. Justru ini konsekuensi yang harus Mas terima, karena bagaimanapun juga Mas telah berjanji menerima adek apa adanya. Semua kelebihan dan kekurangan adek, Mas terima dengan ikhlas. Begitupun juga sebaliknya diri Adek terhadap Mas. Yang penting sekarang bagaimana Adek memahami Mas dan juga sebaliknya bagaimana Mas memahami diri Adek. Sekarang kita niatkan untuk menjalani segalanya bersama dalam rangka mencari Ridho-NYA. Begitu ya, bidadariku…!!”.

Kini ia menempelkan bibirnya dikeningku, dalam…dalam sekali sedalam perasaan yang ia tanamkan pada hatiku. Memang harus saya akui….., banyak hal dari mahluk Alloh yang satu ini yang membuat saya merasakan arti hidup dan kesyukuran. Dan semua itu membuatku semakin dekat dengan dirinya dan denganNYA.
Suamiku, pangeranku, ijinkan aku juga memahami dirimu agar aku dapat benar-benar menjadi bidadarimu, bukan hanya didunia, tapi juga di akhirat kelak. Amin.

ditulis oleh:
Liyus Valgrade

  • Eva-Und.Kipas,650pcs-Kuala Lumpur
  • Erma-Und.Kipas,800pcs-Pariaman
  • Jimmy-Ung.Gulung,300pcs-Ambon
  • Ilham-Und.Kipas,250pcs-Banyuwangi
  • Amel-Und.Kipas,200pcs-Pekanbaru
  • Lina-Und.Gulung,800pcs-Flores
  • Yudha-Und.Kps+Gulung,450pcs-Bumiayu
  • Maya-Und.Kipas,750pcs-Palangkaraya
  • Ade-Und.Gulung,500pcs-Batakan
  • Novi-Und.Kipas,300pcs-Purbalingga
  • Rina-Und.Gulung,1250pcs-Tenggarong

  • TRANSFER PEMBAYARAN
  • a/n. Anisatin Arofah
  • No.rek: 0140 6150 27
  • BNI KCP UGM

  • a/n. Anisatin Arofah
  • No.rek: 8610 1725 56
  • BCA KCP Kaliurang
  • WEB STATISTIK